BPK Tolak Tanggapi Sanggahan Hasil Pemeriksaan Century
BPK (ANTARA/Grafis/ist)
Jakarta (ANTARA News) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menolak menanggapi sanggahan dari sejumlah pihak atas hasil pemeriksaan investigatif Bank Century termasuk dari Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

"Tidak ada tanggapan, sesuai Pasal 23 UUD 1945, audit BPK final," kata Anggota BPK Rizal Djalil melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Senin.

BPK mengelompokkan hasil pemeriksaan investigatif Bank Century ke dalam 5 kelompok temuan pemeriksaan yaitu proses merger dan pengawasan Bank Century oleh Bank Indonesia (BI), dan pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP).

Kelompok lainnya penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dan penanganannya oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), penggunaan dana FPJP dan penyertaan modal sementara, dan praktik tidak sehat dan pelanggaran-pelanggaran ketentuan oleh pengurus bank, pemegang saham dan pihak-pihak terkait dalam pengelolaan Bank Century yang merugikan bank hasil merger itu.

Untuk kelompok I misalnya dari hasil pemeriksaan BPK menduga terjadi pelanggaran di mana dalam proses akuisisi dan merger Bank Danpac, Bank Picco, dan Bank CIC menjadi Bank Century, BI bersikap tidak tegas dan tidak hati-hati (prudent) dalam menetapkan aturan dan persyaratan yang ditetapkannya sendiri.

Pada kelompok II hasil pemeriksaan BPK menyatakan bahwa BI patut diduga melakukan perubahan persyaratan CAR dalam peraturan BI agar Bank Century dapat memperoleh FPJP.

Saat pemberian FPJP, rasio kecukupan modal (CAR) bank itu telah negatif 3,53 persen, sementara berdasar aturan BI diatur bahwa bank yang dapat mengajukan FPJP adalah bank dengan CAR positif.

Dapat Dipertanggungjawabkan
Sementara itu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa keputusan terkait Bank Century akan dia pertanggungjawabkan termasuk jika masuk ke ranah yang bersifat politis.

Ia menyatakan, dari sisi pemerintah, dirinya berpendapat sama dengan Presiden Yudhoyono dan akan menyiapkan secara baik jika kasus Bank Century masuk ke ranah politik.

"Kita menyiapkan secara baik kalau dibawa ke ranah politik yang masuk dibahas sisi akuntabilitas `policy` (kebijakan). Saya rasa dalam hal itu kita akan coba persiapkan," tegasnya.

Menurut dia, terhadap hasil audit BPK yang menyatakan adanya tindak pidana perbankan sebelum Bank Century diambil alih, maka hal tersebut memiliki mekanisme sendiri dalam penanganannya karena telah masuk ranah pidana.

"Waktu Bank Century masih ada sebelum diambil alih, itu tentu masuk dalam ranah pidana yang harus ditangani, tentunya ada mekanismenya untuk itu sendiri," jelasnya.

Ia menambahkan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga bisa memberikan informasi mengenai aliran dana penyelamatan Bank Century.

"Kalau yang berhubungan dengan aliran atau yang disebutkan kucuran dana atau penyertaan modal sementara LPS, PPATK juga bisa memberikan informasi," katanya.
Ia kembali menegaskan semua tindakan dan kebijakan yang dilakukannya dalam penyelamatan Bank Century telah sesuai dengan landasan hukum dan situasi saat itu.

Para pengamat ekonomi pun tahu, jelas Ani, bahwa keadaan saat itu sedang krisis dan perlu penanganan mendesak terhadap Bank Century tersebut.

"Saya saja bisa menyuruh anak saya di SMP untuk browsing kejadian 12 bulan yang lalu. Dan lihat saja beberapa pengamat ekonomi yang sangat kritis kepada pemerintah, statemen mereka waktu itu apa. Mereka kan menyebutkan bahwa krisis itu di depan mata. Jadi situasinya krisis, ada `policy` yang harus dilakukan," katanya.

Ia menyebutkan, sebuah kebijakan itu memiliki konsekuensi yang harus dibayar. Ia pun akan bertanggung jawab atas kebijakan yang telah dibuatnya. Namun, ia berharap semua pihak bisa melihat kasus ini secara objektif.

"Saya rasa dari `spirit` kalau memang mau membuat semuanya jelas, selama kita semua objektif melihat situasi yang ada. `Policy` itu ada konsekuensinya ada biayanya. Biayanya dipertanggungjawabkan," katanya.(*)