Rabu, 10 November 2010

तोकोह यंग बेर्केसिम्पुंग दलम दुनिया Koperasi

Dewi Motik Pramono

Hemat Pangkal Kaya


Inilah sosok seorang wanita karir dan seorang ibu rumah tangga yang aktif dalam berbagai kegiatan usaha dan kemasyarakatan. Mantan Ketua Umum Iwapi Pusat ini menggalang bisnisnya bersama-sama dengan pengusaha lemah. Ketua Umum DPP ISIKKI (Ikatan Sarjana Ilmu Kesejahteraan Keluarga Indonesia) seorang pengusaha yang hemat.

Pepatah mengatakan, 'Hemat Pangkal Kaya'. Ungkapan ini sungguh dijiwai oleh Dewi Motik. Berbagai keberhasilan dan kepopuleran yang telah diraih wanita karir ini tak lepas dari sifatnya yang amat hemat. Sifat hemat ini, secara langsung dan tidak langsung, ditularkannya kepada banyak orang. Suatu sifat yang pantas ditiru, terutama di tengah kondisi ekonomi yang sulit.

Bila ditanya tentang profesinya, Dr. Cri Puspa Dewi Motik Pramono, MSc akan menjawab sebagai ibu rumah tangga. Sebab, ia memang seorang ibu rumah tangga, yang sangat membanggakan kodrati perempuan. Jawaban ini mungkin saja membuat banyak orang ragu, sebab ia lebih dikenal sebagai wanita karir dan jarang pula tampil di depan umum bersama suami tercinta.

Tetapi, itu bukan jawaban final dan satu-satunya. Sebab ia memang memiliki aktivitas sebagai pengusaha, penulis, pengajar, dosen, pembicara di berbagai seminar dan juri di berbagai perlombaan. Jadi, ia adalah ibu rumah tangga yang sukses sebagai wanita karir. Aktif dalam berbagai kegiatan usaha, pendidikan dan kemasyarakatan.

Ketertarikannya untuk terjun di bidang usaha dan kegiatan sosial terpatri ketika pada tahun 1975 bersama kakaknya, Dr. Hj. Kemala Motik Abdul Gafur mendirikan Iwapi (Ikatan Wanita pengusaha Indonesia). Saat itu ia menjabat sebagai Honorary President Iwapi Pusat.

Saat ini, Dewi Motik menjabat sebagai direktur berbagai perusahaan swasta antara lain Pimpinan Umum DE MONO Grup (Lembaga Pendidikan Keterampilan dan Kewiraswastaan DE MONO dan Koperasi DE MONO), serta pimpinan di beberapa perusahaan. Ia banyak berkecimpung di usaha koperasi dan usaha kecil-menengah, pendidikan lingkungan hidup dan sosial. Usaha kecil yang tengah diigelutinya adalah moto atau motor toko, sedang dirintis juga becak toko (Bento), mobil, motor distribusi. Semua itu dijalankan oleh rakyat kecil agar mereka dapat hidup sejahtera.

Mengapa ia harus 'repot-repot' membina usaha kecil? Jawabannya adalah, yang utama dilakukan adalah berbuat dan berusaha. “Biar kita melakukan sesuatu dari apa yang kita miliki, walaupun kecil tapi solid. Jangan banyak meminta tapi tidak pernah berbuat-buat apa-apa. Prinsip saya selalu make it from nothing to something,” paparnya. Di samping itu, orang sering keliru bahwa usaha kecil itu tidak ada untungnya. Yang benar keuntungannya juga besar, sekaligus bermisi membantu pengusaha-pengusaha kecil.

Niat membantu sesama masyarakat itu dilakukannya dengan tulus. Sebab, kalau niat itu tulus dan benar, menurutnya, “Insya Allah, Tuhan membuat usaha kita berkembang. Tapi bukan seperti orang yang hanya ngomong besar, yang tidak ada hasilnya. Tuhan juga mengerti jika kita buat kesalahan karena tidak tahu.” Dari usahanya itu, sedikit sekali pengusaha kecil yang tidak mematuhi kewajibannya. Sebagian besar dari mereka lancar dalam pembayaran pinjaman.

Tetapi ia mengakui memang ada orang-orang yang kerjanya hanya menipu dengan ucapannya. Yang menipu ini, tidak hanya ada di lingkungan dunia usaha semata, melainkan juga di sektor kebijakan. Banyak janji yang diucapkan kepada masyarakat tetapi, janji tersebut tidak pernah dipenuhi. Dengan kondisi demikian, ia menyatakan tidak heran jika bangsa Indonesia menjadi terpuruk, karena kebanyakan pimpinannya melakukan kesalahan.

Untuk memperbaiki keadaan yang tidak bagus ini, ia memberi resep agar semuanya harus memulai dari diri sendiri. Bukan hanya untuk mengatur orang lain. Sementara sikap saling menuding dan menuduh siapa yang salah hanya akan membuat kepercayaan di dalam masyarakat semakin berkurang. Berangkat dari itu, ia percaya jika suatu saat Indonesia akan dapat pulih. Syarat utama adalah pemimpinnya adalah orang yang benar dan taat kepada Tuhan. Bukan orang yang membodohi dan membohongi rakyat. Jangan menjadikan agama sebagai alat manupulasi untuk mencapai tujuan jangka pendek. “Agama adalah sesuatu yang dirasakan secara pribadi dan tidak dapat dipaksakan kepada orang lain,” ujar pengusaha yang sangat peduli pada pemberdayaan usaha kecil itu.

Aktivitasnya di bidang pemberdayaan usaha kecil cukup membantu untuk membangkitkan gairah masyarakat berusaha di jalan yang lurus. Ia tertarik pada dunia politik tetaoi tidak mau terjun dalam dunia politik praktis. Ia justru khawatir, niat baiknya membantu masyarakat ekonomi lemah akan terabaikan bila harus terjun di dunia politik praktis. Sebab menurutnya, dunia politik sarat dengan persaingan kepentingan yang sering kali harus mengorbankan pihak lain. Lebih dari itu, ia amat yakin bahwa tanpa ikut terlibat di dunia politik praktis pun bisa menghasilkan karya yang lebih baik dibandingkan para politikus itu. Namanya memang lebih dikenal daripada kebanyakan orang yang ada dalam politik praktis.

Sebagai pengajar, ia menanamkan disiplin yang ketat kepada mahasiswa. Namun, penanaman disiplin itu diyakininya tidak akan berjalan bila ia sendiri tidak disiplin. Ia kurang senang bila mahasiswanya terlambat masuk kelas dan di kelas hanya main-main, tidak serius mengikuti perkuliahan. Untuk itu, ia memberi contoh kepada mahasiswa kalau dirinya sendiri bisa tepat waktu dan serius dalam mengajar. Tugas yang diberikan pun pasti diperiksanya dalam waktu secepatnya. Di luar itu, ia juga bisa menerima keluhan, keberatan, bahkan juga saran dari mahasiswanya. Ia ingin mahasiswanya memiliki sikap mental yang tangguh, bertanggung jawab terhadap tugasnya, dan berdisiplin.

Lahir dengan nama Cri Puspa Dewi Motik di Jakarta pada tanggal 10 Mei 1949. Tahun 1975 menikah dengan Pramono Soekasno dan dianugrahi 2 (dua) orang anak yaitu Moza Pramita Pramono dan Adimaz Prarezeki Indramuda Pramono. Setelah pernikahan itulah namanya lebih dikenal dengan dewi Motik Pramono.

Ketika masih lajang, Dewi Motik pernah terpilih sebagai Ratu Luwes di Imada (Ikatan Mahasiswa Djakarta) tahun 1968. Pada tahun yang sama, ia juga terpilih sebagai salah satu pemenang None Jakarta dan sebagai Ratu Jakarta Fair. Kemudian pada tahun 1974 dinobatkan sebagai Top Model of the Year. Tiga tahun kemudian tepatnya pada tahun 1977 terpilih sebagai Wanita Karier Ideal dan pada tahun 1981 terpilih sebagai Wanita Berbusana Terbaik dan pada tahun 1989 terpilih sebagai Wanita Excecutive Berbusana Terbaik.

Ia memperoleh gelar Sarjana Pendidikan IKIP Jakarta dan Sarjana Seni Rupa di Florida International University, Miami, USA. Ia juga telah menyelesaikan S2 Bidang Pengkajian Ketahanan Nasional (PKN) dan mendapat gelar MSi dari Universitas Indonesia. Awal Agustus 2002 Cri Puspa Dewi Motik Pramono, berhasil meraih gelar doktor. Gelar itu diraihnya setelah ia menyelesaikan pendidikan S-3 bidang Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup dari Universitas Negeri Jakarta.

Untuk meraih gelar itu, ia mengikuti perkuliahan secara reguler, membuat desertasi, dan mengikuti ujian sidang doktor. Meskipun ia sudah memiliki nama besar dan cukup dikenal, tetapi dalam mendapatkan ilmu, ia ingin menjalaninya dengan benar dan wajar. Sehingga, ketika menyandang gelar, ia tidak malu karena memang memiliki kompetensi.

Padahal, bila sekadar ingin mendapatkan gelar, saat ini banyak lembaga yang ramai-ramai mengobral gelar tanpa harus mengikuti proses pendidikan yang seharusnya ditempuh calon peraih gelar. Harganya pun tidak begitu mahal. Dan, untuk mendapatkannya, tidak perlu repot-repot datang ke kampus, mendengarkan kuliah, membuat tugas, melakukan penelitian, cukup dengan mendaftar dan tinggal menunggu saat wisuda atau bayar langsung dapat gelar.

Terhadap mereka yang mendapatkan gelar dengan cara itu, Dewi Motik menyebutnya sebagai pencuri. Perbuatan kriminal terhadap dunia keilmuan. Criminal science. Sebab, dia sebenarnya tidak layak menyandang gelar itu, tetapi mereka mau dan bahkan bangga memakai gelar itu, sementara kompetensinya tidak ada. Repotnya, menurut Dewi Motik, banyak juga pejabat yang membeli gelar dengan cara seperti itu. “Bagaimana tidak hancur negara kita jika para pemimpinnya begitu?” katanya dengan nada risau.

Bila ingin mendapatkan gelar dan tidak diributkan masyarakat, maka semua orang harus melaluinya dengan tahapan yang wajar. Jika semuanya jujur, maka tidak akan ada sentimen negatif yang memojokkan seseorang. Bahkan, bila masih ada juga yang memandangnya dengan sebelah mata, hal itu akan sangat mudah dipatahkan, mengingat ia mendapatkan ilmu secara benar dan tinggal membuktikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Akan berbeda halnya dengan yang memiliki gelar dengan cara membelinya pada lembaga yang akreditasinya sangat diragukan. Meskipun ada pameo hal itu adalah hak setiap orang, ternyata bagi Dewi Motik semua itu adalah akal-akalan. Memang benar ada hak asasi, tetapi hak itu bukan untuk berbuat semaunya.

“Saya tidak setuju dengan pemikiran liberal ‘Freedom to free’ tapi yang benar adalah ‘Freedom for right’. Setiap orang memang memiliki hak asasi namun setiap orang juga memiliki tanggung jawab dan kewajiban,” jelasnya.

Bila seseorang ingin mendapatkan gelar dengan harapan nantinya ia akan lebih dihormati, maka pandangan itu dianggapnya naif. Sebab menurutnya, penghormatan itu tidak serta merta datang dari luar hanya karena memiliki gelar yang banyak. Untuk dihormati atau dicintai banyak orang, maka sebaiknya terlebih dulu diri kita sendiri yang memulai penghormatan itu kepada orang lain. Cepat atau lambat orang-orang itu akan menghormati kita.

Kini aktivitas Dewi Motik bukan hanya terbatas di dalam negeri, tetapi sudah mendunia. Ia banyak mendapat undangan dari luar negeri, baik pemerintahan, lembaga asing, maupun PBB, untuk menyampaikan pandangannya di bidang lingkungan hidup dan pembangunan hidup berkelanjutan atau di bidang ekonomi dan kewanitaan.

Selama menjadi pembicara, ia konsisten dengan prinsip hidupnya, “from nothing to something”. Maka, kalimat kedua yang dikemukakannya adalah “Make it happen” menghadirkan sesuatu menjadi nyata. Bukan hanya berbicara konsep, namun mengadakan tindakan nyata dan berpengaruh terus. Dan, jangan lupa ungkapan yang mengatakan: 'Hemat pangkal kaya'.

कोपेरासी इंडोनेसिया दी तेंगाह पेर्केम्बंगन Dunia

Koperasi Indonesia Di Tengah Perkembangan Koperasi Dunia

ICA (International Cooperative Alliance) adalah organisasi gerakan koperasi internasional yang dibentuk pada 1895, dan saat ini beranggotakan 220 organisasi gerakan koperasi dari 85 negara (termasuk gerakan koperasi Indonesia yang diwakili oleh Dekopin) yang memiliki lebih dari 800 juta anggota perorangan yang tersebar di seluruh dunia.

Dalam General Assembly yang diselenggarakan pada 18-19 Oktober 2007 yang lalu di Singapura, ICA antara lain telah meluncurkan suatu proyek yang disebut ICA Global 300, yang menyajikan profil 300 koperasi klas dunia. Yang dijadikan kriteria untuk dapat terjaring dalam Global 300 ini, disamping jumlah volume usaha (turnover) serta asset, juga kegiatannya dalam melaksanakan tanggung jawab sosial (Cooperative Social Responsibility), yang antara lain meliputi: pelaksanaan nilai dan prinsip koperasi, pelaksanaan demokrasi, kepedulian pada lingkungan, serta keterlibatan dalam pembangunan masyarakat. Dengan kriteria ini berbagai jenis koperasi, yang berasal dari 28 negara dengan turnover sejak $AS 63.449.000.000 hingga $ 654.000.000, termasuk dalam kelompok koperasi klas dunia ini. Dari berbagai jenis koperasi tersebut, yang terbanyak adalah koperasi/sektor keuangan (perbankan, asuransi, koperasi kredit/credit union) sebesar 40%, kemudian disusul koperasi pertanian (termasuk kehutanan) sebesar 33%, koperasi ritel/wholesale sebesar 25%, sisanya adalah berbagai macam koperasi, seperti: koperasi kesehatan, energi, manufaktur dan sebagainya. Dilihat dari penyebarannya, dari 300 koperasi tersebut, 63 koperasi diantaranya berada di Amerika Serikat kemudian disusul 55 koperasi di Perancis. 30 koperasi di Jerman, 23 koperasi di Itali dan 19 koperasi di Belanda.

Cukup menarik, di negara-negara yang biasa kita sebut sebagai negara kapitalis liberal ini, yang tidak memiliki U.U koperasi dan Menteri Koperasi, beberapa di antaranya memiliki koperasi yang memberikan sumbangan cukup berarti pada perekonomian nasionalnya, khususnya dalam bentuk sumbangan pada PDB, yaitu sebesar 21% di Finlandia, 17.5% di Selandia Baru, 16.4% di Swiss dan 13% di Swedia.

Di beberapa negara Asiapun terdapat cukup banyak koperasi yang termasuk dalam daftar Global 300, seperti Jepang yang menempatkan 12 koperasi raksasanya, 2 diantaranya bahkan menduduki peringkat 1 dan 2, yaitu Zeh Noh (koperasi pertanian, yang beromzet $AS 63.449.000.000) dan asset $ 18.357.000.000 dan Zenkyoren (koperasi asuransi yang beromzet $ AS 46.819.000.000) dan asset $ 406.224.000.000, Kemudian Korea Selatan yang walaupun hanya menempatkan 2 koperasi, satu diantaranya, yaitu NACF (National Agricultural Cooperative Federation) dengan turnovernya sebesar $AS 24.687.000.000 dan asset $ 199.783.000.000 menduduki rangking 4. India juga memiliki 2 koperasi unggulan, yang satu koperasi pupuk IFFCO (Indian Farmers Fertilizer Cooperative) yang turnovernya $AS 1.683.000.000 dan asset $ 1.251.000.000 (peringkat 140) dan koperasi susu Amul yang turnovernya $AS 670.000.000 dan asset $ AS 11.000.000 (peringkat 295). Dan jangan lupa Singapura, negara yang hanya berpenduduk + 4.4 juta itu juga menempatkan 2 koperasi unggulannya, yaitu koperasi asuransi NTUC Income yang turnovernya $AS 1.273.000.000 dan asset $ AS 10.015.000.000 (peringkat 180) dan koperasi ritel NTUC Fairprice yang turnovernya $AS 808.000.000 dan asset $ AS 586.000.000 (peringkat 264).

Salah satu koperasi klas dunia versi Global 300 ICA yang termasuk dalam kelompok perusahaan klas dunia versi Fortune adalah Credit Agricole Group (Bank Koperasi Pertanian) dari Perancis, yang dengan turnover sebesar $ AS 30.722..000.000 dan asset sebesar $ AS 128.623.100.000, dan keuntungan sebesar $ AS 8.808.000.000, menduduki peringkat 18. Peringkat 1 versi Fortune ini adalah Wal-Mart Store yang pendapatannya sebesar $ AS 351.139.000.000, dan keuntungan sebesar $ AS 1.284.000.000 (2008).

Selain ICA Global 300 yang menyajikan profil koperasi-koperasi klas dunia, dalam kesempatan General Assembly tersebut ICA juga meluncurkan Developing 300 Project, yang menyajikan profil koperasi-koperasi di negara sedang berkembang dengan kriteria turnover dan asset yang lebih rendah, yang tertinggi Saludcoop koperasi kesehatan Columbia yang turnovernya sebesar $ AS 504.681.000 dan assetnya $ AS 223.893.000, sedangkan yang terendah adalah koperasi pertanian Uganda yang turn overnya $ AS 512.000 dan assetnya $ 399.000. Kedalam kelompok ini 5 negara Asia: Malaysia, Pilipina, Muangthai, Srilangka dan Vietnam masing-masing menempatkan 5 koperasi, sedangkan 4 negara Afrika: Ethopia, Kenya, Tanzania dan Uganda juga masing-masing menempatkan 5 koperasi; sementara dari Amerika Selatan, Columbia, Kostarika dan Paraguay juga menempatkan masing-masing 5 koperasi.

Di tengah perkembangan koperasi di seluruh dunia, baik di negara maju maupun di negara yang sedang berkembang seperti diuraikan diatas, bagaimana dengan perkembangan koperasi di Indonesia? Seperti kita lihat, apalagi dalam ICA Global 300 yang meyajikan koperasi-koperasi klas dunia, dalam Developing 300 Projectpun yang menyajikan perkembangan koperasi-koperasi di negara sedang berkembang, tak satupun koperasi dari Indonesia yang masuk daftar. Apa yang terjadi dengan perkembangan koperasi di Indonesia?

Seperti kita ketahui, dari sejarahnya koperasi sudah dikenal pada masa peralihan abad 19-20 –yang berarti sudah lebih dari satu abad- yang kemudian juga dipraktekkan oleh para pimpinan pergerakan nasional. Setelah proklamasi peranan koperasi dipaterikan dalam konstitusi sehingga memiliki posisi politis strategis, kemudian pada tahun 1947 gerakan koperasi menyatukan diri dalam wadah gerakan koperasi, yang saat ini bernama Dekopin, yang berarti tahun ini usia organisasi gerakan koperasi ini sudah 61 tahun Dengan modal pengalaman selama lebih dari satu abad, dukungan politis dari negara dan wadah tunggal gerakan koperasi, seharusnya koperasi Indonesia sudah bisa mapan sebagai lembaga ekonomi dan sosial yang kuat dan sehat. Tetapi kenyataan menunjukkan, koperasi yang dengan landasan konstitusi pernah didambakan sebagai “soko guru perekonomian nasional” itu, saat ini tidak mengalami perkembangan yang berarti, sehingga amat jauh ketinggalan dari koperasi-koperasi di negara-negara lain, termasuk koperasi di negara sedang berkembang.

Niat baik dari founding fathers untuk menjadikan koperasi sebagai “pelaku utama” dalam perekonomian nasional dengan mencantumkan peranan koperasi dalam konstitusi, diterjemahkan oleh pemerintahan demi pemerintahan sesuai dengan misi politiknya. Demikianlah pada masa “orde lama” koperasi menjadi “alat politik” pemerintah dan partai dalam rangka nasakomisasi, pada masa ”orde baru” koperasi menjadi “alat dan bagian integral dari pembangunan perekonomian nasional” yang dilimpahi dengan bermacam fasilitas. Kebijakan yang menempatkan peranan pemerintah sangat dominan dalam pembangunan koperasi, menjadikan gerakan koperasi menjadi sangat tergantung pada bantuan luar, hal yang sangat bertentangan dengan hakekat koperasi sebagai lembaga ekonomi sosial yang mandiri. Di masa reformasi sekarang ini, sikap ketergantungan gerakan koperasi ini masih sangat kuat, yang antara lain tercermin dari ketergantungan sepenuhnya Dekopin, organisasi tunggal gerakan koperasi pada APBN (satu hal yang mendorong konflik berkepanjangan di kalangan gerakan sendiri), bukan pada dukungan dari anggota-anggotanya sebagai wujud dari kemandirian. Lebih parah lagi antara gerakan koperasi (cq Dekopin) dan Pemerintah (cq Kementerian Koperasi dan UKM) yang seharusnya bahu membahu dalam pembangunan koperasi, seperti yang dilakukan oleh beberapa negara tetangga kita, sulit sekali terjadi, sehingga masing-masing memiliki agenda sendiri-sendiri, dengan akibat pembangunan koperasi menjadi tidak terarah. Termasuk pembangunan koperasi pertanian yang setelah KUD tidak lagi berdaya, belum lagi ada pemikiran untuk membangun koperasi pertanian. Koperasi yang benar-benar berbasis pada para petani sebagai anggotanya, bukan koperasi pedesaan yang anggotanya heterogen seperti KUD.

Mungkinkah dalam pembangunan koperasi selanjutnya kita bisa belajar dari pengalaman pahit selama ini dan sekaligus juga belajar dari keberhasilan pengembangan koperasi di negara lain? Wallahu A’lam.

Penulis adalah
Ketua LSP2I
(Lembaga Sudi Pengembangan Perkoperasian Indonesia)

पेर्तुम्बुहन कोपेरासी दी Indonesia

Pertumbuhan Koperasi di Indonesia

Pertumbuhan koperasi di Indonesia dipelopori oleh R. Aria Wiriatmadja patih di Purwokerto (1896), mendirikan koperasi yang bergerak dibidang simpanpinjam. Untuk memodali koperasi simpan- pinjam tersebut di samping banyak menggunakan uangnya sendiri, beliau juga menggunakan kas mesjid yang dipegangnya. Setelah beliau mengetahui bahwa hal tersebut tidak boleh, maka uang kas mesjid telah dikembalikan secara utuh pada posisi yang sebenarnya. Kegiatan R Aria Wiriatmadja dikembangkan lebih lanjut oleh De Wolf Van Westerrode asisten Residen Wilayah Purwokerto di Banyumas. Ketika ia cuti ke Eropa dipelajarinya cara kerja wolksbank secara Raiffeisen (koperasi simpan-pinjam untuk kaum tani) dan Schulze-Delitzsch (koperasi simpan-pinjam untuk kaum buruh di kota) di Jerman. Setelah ia kembali dari cuti ia mengembangkan koperasi simpan-pinjam sebagaimana telah dirintis oleh R. Aria Wiriatmadja . Dalam hubungan ini kegiatan simpanpinjam yang dapat berkembang ialah model koperasi simpan-pinjam lumbung dan modal untuk itu diambil dari zakat.

Written by GADIS SURYALITA on October 19, 2009 – 8:24 pm

Pertumbuhan koperasi di Indonesia dimulai sejak tahun 1896 yang selanjutnya berkembang dari waktu ke waktu sampai sekarang. Perkembangan koperasi di Indonesia mengalami pasang naik dan turun dengan titik berat lingkup kegiatan usaha secara menyeluruh yang berbeda-beda dari waktu ke waktu sesuai dengan iklim lingkungannya. Jikalau pertumbuhan koperasi yang pertama di Indonesia menekankan pada kegiatan simpan-pinjam (Soedjono 1983, h.7) maka selanjutnya tumbuh pula koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang konsumsi dan dan kemudian koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang untuk keperluan produksi. Perkembangan koperasi dari berbagai jenis kegiatan usaha tersebut selanjutnya ada kecenderungan menuju kepada suatu bentuk koperasi yang memiliki beberapa jenis kegiatan usaha. Koperasi serba usaha ini mengambil langkah-langkah kegiatan usaha yang paling mudah mereka kerjakan terlebih dulu, seperti kegiatan penyediaan barang-barang keperluan produksi bersama-sama dengan kegiatan simpan-pinjam ataupun kegiatan penyediaan barang-barang keperluan konsumsi bersama-sama dengan kegiatan simpan-pinjam dan sebagainya.

Pertumbuhan koperasi di Indonesia dipelopori oleh R. Aria Wiriatmadja patih di Purwokerto (1896), mendirikan koperasi yang bergerak dibidang simpanpinjam. Untuk memodali koperasi simpan- pinjam tersebut di samping banyak menggunakan uangnya sendiri, beliau juga menggunakan kas mesjid yang dipegangnya. Setelah beliau mengetahui bahwa hal tersebut tidak boleh, maka uang kas mesjid telah dikembalikan secara utuh pada posisi yang sebenarnya. Kegiatan R Aria Wiriatmadja dikembangkan lebih lanjut oleh De Wolf Van Westerrode asisten Residen Wilayah Purwokerto di Banyumas. Ketika ia cuti ke Eropa dipelajarinya cara kerja wolksbank secara Raiffeisen (koperasi simpan-pinjam untuk kaum tani) dan Schulze-Delitzsch (koperasi simpan-pinjam untuk kaum buruh di kota) di Jerman. Setelah ia kembali dari cuti ia mengembangkan koperasi simpan-pinjam sebagaimana telah dirintis oleh R. Aria Wiriatmadja . Dalam hubungan ini kegiatan simpanpinjam yang dapat berkembang ialah model koperasi simpan-pinjam lumbung dan modal untuk itu diambil dari zakat.

Selanjutnya Boedi Oetomo yang didirikan pada tahun 1908 menganjurkan berdirinya koperasi untuk keperluan rumah tangga. Demikian pula Sarikat Islam yang didirikan tahun 1911 juga mengembangkan koperasi yang bergerak di bidang keperluan sehari-hari dengan cara membuka tokotoko koperasi. Perkembangan yang pesat dibidang perkoperasian di Indonesia yang menyatu dengan kekuatan social dan politik menimbulkan kecurigaan Pemerintah Hindia Belanda. Oleh karenanya Pemerintah Hindia Belanda ingin mengaturnya tetapi dalam kenyataan lebih cenderung menjadi suatu penghalang atau penghambat perkembangan koperasi. Dalam hubungan ini pada tahun 1915 diterbitkan Ketetapan Raja no. 431 yang berisi antara lain :

Akte pendirian koperasi dibuat secara notariil;
Akte pendirian harus dibuat dalam Bahasa Belanda;
Harus mendapat ijin dari Gubernur Jenderal; dan di samping itu diperlukan biaya meterai f 50.

Pada akhir Rajab 1336H atau 1918 K.H. Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang mendirikan koperasi yang dinamakan “Syirkatul Inan” atau disingkat (SKN) yang beranggotakan 45 orang. Ketua dan sekaligus sebagai manager adalah K.H. Hasyim Asy ‘ari. Sekretaris I dan II adalah K.H. Bishri dan Haji Manshur. Sedangkan bendahara Syeikh Abdul WAhab Tambakberas di mana branndkas dilengkapi dengan 5 macam kunci yang dipegang oleh 5 anggota. Mereka bertekad, dengan kelahiran koperasi ini unntuk dijadikan periode “nahdlatuttijar” . Proses permohonan badan hukum direncanakan akan diajukan setelah antara 2 sampai dengan 3 tahun berdiri. Berbagai ketentuan dan persyaratan sebagaimana dalam ketetapan Raja no 431/1915 tersebut dirasakan sangat memberatkan persyaratan berdiriya koperasi. Dengan demikian praktis peraturan tersebut dapat dipandang sebagai suatu penghalang bagi pertumbuhan koperasi di Indonesia, yang mengundang berbagai reaksi. Oleh karenanya maka pada tahun 1920 dibentuk suatu ‘Komisi Koperasi’ yang dipimpin oleh DR. J.H. Boeke yang diberi tugas neneliti sampai sejauh mana keperluan penduduk Bumi Putera untuk berkoperasi.

Selanjutnya didirikanlah Bank Rakyat ( Volkscredit Wezen ) berkaitan dengan masalah Peraturan Perkoperasian, maka pada tahun 1927 di Surabaya didirikan “Indonsische Studieclub” Oleh dokter Soetomo yang juga pendiri Boedi Oetomo, dan melalui organisasi tersebut beliau menganjurkan berdirinya koperasi. Kegiatan serupa juga dilakukan oleh Partai Nasional Indonesia di bawah pimpimnan Ir. Soekarno, di mana pada tahun 1929 menyelenggarakan kongres koperasi di Betawi. Keputusan kongres koperasi tersebut menyatakan bahwa untuk meningkatkan kemakmuran penduduk Bumi Putera harus didirikan berbagai macam koperasi di seluruh Pulau Jawa khususnya dan di Indonesia pada umumnya. Untuk menggiatkan pertumbuhan koperasi, pada akhir tahun 1930 didirikan Jawatan Koperasi dengan tugas:
-Memberikan penerangan kepada pengusaha-pengusaha Indonesia mengenai seluk beluk perdagangan

-Dalam rangka peraturan koerasi No 91, melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap koperasi-koperasi, serta memberikan penerangannya

-Memberikan keterangan-keterangan tentang perdagangan pengangkutan, cara-cara perkreditan dan hal ihwal lainnya yang menyangkut perusahaan-perusahaan

-Penerangan tentang organisasi perusahaan
menyiapkan tindakan-tindakan hukum bagi pengusaha Indonesia